Laporan wartawan wartakotalive.com Yolanda Putri Dewanti
WARTAKOTALIVE.COM JAKARTA — Kediaman Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (17/10/2024) terpantau sepi.
Sejak Rabu (17/10/2024) malam tadi tersiar kabar akan ada pertemuan Megawati dan Prabowo Subianto. Namun, terkait lokasi dan waktu belum diketahui.
Berdasarkan pantauan Wartakotalive.com di lokasi, tampak mobil dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang hilir mudik keluar masuk rumah Megawati Soekarnoputri.
Mobil Lexus warna hitam berplat nomor ZZH yang biasa digunakan Hasto keluar masuk kediaman Megawati sekiranya sebanyak 3 kali.
Nampak, suasana terlihat normal seperti biasanya dan terdapat penjagaan ketat. Hanya saja, ramai awak media yang akan meliput.
Saat ini, awak media tengah juga mencoba mencari konfirmasi soal kepastian pertemuan Megawati dan presiden terpilih Prabowo Subianto.
Baca juga: Prabowo Subianto Tinggalkan Hambalang Bogor, Langsung Ketemu Megawati Soekarnoputri ?
Saat ditanya secara terpisah, Ketua DPP PDIP Puan Maharani belum dapat menjawab dengan lugas kabar tersebut.
“Insya Allah (bertemu),” singkat Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (17/10/2024).
Sebelumnya, Puan juga sempat menyatakan bahwa Megawati dan Prabowo akan bertemu di hari ini. Sebab hari ini menjadi hari yang spesial bagi Prabowo, dimana usianya genap 73 tahun. Namun kembali Puan menjawabnya dengan ketidakpastian.
“Insya Allah,” tutur Puan.(m27)
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Jakarta (ANTARA) - PDI Perjuangan akan mengumumkan bakal calon wakil presiden pendamping Ganjar Pranowo di Pemilu Presiden 2024 pada Rabu (18/10) pagi.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dikabarkan menyambangi rumah Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) yang berada di Jalan Teuku Umar, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa malam.
Berdasarkan pantauan di lokasi, terlihat di lokasi depan rumah Mega dijaga ketat Paspampres dan petugas kepolisian yang berjaga.
Adapun rumah dengan cat berwarna putih itu terpantau dipenuhi mobil-mobil yang terparkir di depannya. Terlihat beberapa motor provos yang biasa mengawal perjalanan pejabat negara dan petugas yang sedang berjaga.
Pada pukul 16.54 WIB terlihat mobil dengan nomor polisi B 1121 BH memasuki rumah Mega. Lalu, mobil dengan pelat B 1030 ZZH tampak ke luar dari rumah Mega sekitar pukul 18.35 WIB.
Tak lama setelah itu, pada pukul 18.37 WIB mobil dengan pelat B 1266 ZZH turut keluar dari rumah Mega. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto terlihat keluar dari rumah bernomor 27A itu.
Kemudian, tampak mobil Jeep keluar dari pintu sisi kiri rumah Mega dan diikuti mobil Alphard hitam dengan nomor polisi B 23 NNP pada pukul 19.59 WIB.
Berdasarkan foto yang beredar, tampak Mahfud MD tengah bersama Megawati. Awak ANTARA mencoba melakukan konfirmasi ke elite PDIP, akan tetapi tak ada satu pun yang merespons.
Kendati demikian, Tim Media Ganjar Pranowo Anton Sudibyo membenarkan bahwa ada pertemuan antara Mahfud MD dan Megawati di kediamannya pada hari ini.
Baca juga: Hasto: Bakal cawapres Ganjar diumumkan Rabu pagiBaca juga: Besok, PDIP panggil Gibran usai putusan MK
"Iya, betul," kata Anton kepada ANTARA saat ditanya terkait pertemuan Mega dan Mahfud hari ini.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa bakal calon wakil presiden (cawapres) pendamping Ganjar Pranowo di Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 akan diumumkan pada Rabu (18/10) pagi.
"Ibu Megawati Soekarnoputri menugaskan DPP PDIP berkoordinasi dengan TPN GP sehingga Rabu besok pukul 10.00 WIB akan diumumkan cawapres yang akan mendampingi Pak Ganjar Pranowo," kata Hasto di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan keputusan tersebut diambil setelah pimpinan PDIP melaporkan kepada Megawati soal dinamika politik terkini, khususnya setelah Putusan MK terkait batas usia capres-cawapres menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.
Hasto mengatakan Megawati setelah melihat dinamika politik nasional maka diputuskan pengumuman bakal cawapres pendamping Ganjar akan diumumkan Rabu besok.
"Tadi saya melaporkan kepada Ibu Megawati dengan didampingi Bapak Olly Dondokambey dan Mas Prananda Prabowo karena Mbak Puan (Maharani) baru pulang dari tugas luar negeri," ujarnya.
Terkait inisial "M" yang diisukan akan menjadi bakal cawapres pendamping Ganjar, Hasto mengatakan bahwa calon yang diputuskan merupakan sosok untuk rakyat Indonesia dan kemajuan bersama.
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Pewarta: Narda Margaretha SinambelaEditor: Herry Soebanto Copyright © ANTARA 2023
Dr.(H.C.) Hj. Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri atau lebih dikenal dengan nama Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947. Ia merupakan presiden wanita Indonesia pertama dan anak dari presiden Indonesia pertama, Soekarno, yang kemudian mengikuti jejak ayahnya menjadi Presiden Indonesia.
Megawati adalah anak kedua Presiden Soekarno yang telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ibunda Megawati, Fatmawati[1], adalah seorang gadis kelahiran Bengkulu di mana Soekarno dahulu pernah diasingkan pada masa penjajahan Belanda. Ia dilahirkan pada masa Agresi Militer Belanda. Pada waktu Soekarno diasingkan ke pulau Bangka, Fatmawati melahirkan seorang bayi yang dinamai Megawati Soekarno Putri, pada tanggal 23 Januari 1947 di kampung Ledok Ratmakan, tepi barat Kali Code.
Jejak politik sang ayah berpengaruh kuat pada diri Megawati Soekarnoputri. Karena sejak mahasiswa, saat kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Pajajaran, ia pun selalu aktif di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Tahun 1986 ia mulai masuk ke dunia politik, sebagai wakil ketua PDI Cabang Jakarta Pusat. Karier politiknya terbilang melesat. Mega hanya butuh waktu satu tahun menjadi anggota DPR RI.
Dalam Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI.
Pemerintah tidak puas dengan terpilihnya Mega sebagai Ketua Umum PDI. Mega pun didongkel dalam Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, yang memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.
Mega tidak menerima pendongkelan dirinya dan tidak mengakui Kongres Medan. Ia masih merasa sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor dan perlengkapannya pun dikuasai oleh pihak Mega. Pihak Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor DPP PDI. Namun, Soerjadi yang didukung pemerintah memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI yang terletak di Jalan Diponegoro.
Ancaman Soerjadi kemudian menjadi kenyataan. Tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Aksi penyerangan yang menyebabkan puluhan pendukung Mega meninggal itu, berbuntut pada kerusuhan massal di Jakarta yang dikenal dengan nama Peristiwa 27 Juli. Kerusuhan itu pula yang membuat beberapa aktivis mendekam di penjara.
Pemilu 1999, PDI Mega yang berubah nama menjadi PDI Perjuangan berhasil memenangkan pemilu. Meski bukan menang telak, tetapi ia berhasil meraih lebih dari tiga puluh persen suara. Massa pendukungnya, memaksa supaya Mega menjadi presiden. Mereka mengancam, kalau Mega tidak jadi presiden akan terjadi revolusi.
Namun alur yang berkembang dalam Sidang Umum 1999 mengatakan lain, dan memilih KH Abdurrahman Wahid sebagai Presiden. Ia kalah tipis dalam voting pemilihan presiden adalah 373 banding 313 suara.
Namun, waktu juga yang berpihak kepada Megawati Sukarnoputri. Ia tidak harus menunggu lima tahun untuk menggantikan posisi Presiden Abdurrahman Wahid, setelah Sidang Umum 1999 menggagalkannya menjadi Presiden. Sidang Istimewa MPR, Senin (23/7/2001), telah menaikkan statusnya menjadi Presiden, setelah Presiden Abdurrahman Wahid dicabut mandatnya oleh MPR RI.
Pada 2004, masa pemerintahan Megawati ditandai dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, dalam masa pemerintahannyalah, pemilihan umum presiden secara langsung dilaksanakan dan secara umum dianggap merupakan salah satu keberhasilan proses demokratisasi di Indonesia. Ia mengalami kekalahan (40% - 60%) dalam pemilihan umum presiden 2004 tersebut dan harus menyerahkan tonggak kepresidenan kepada Susilo Bambang Yudhoyono mantan Menteri Koordinator pada masa pemerintahannya.
Sepuluh tahun kemudian, Megawati dan PDI-P menunjuk Joko Widodo untuk maju dalam Pemilihan umum Presiden Indonesia 2014. Akhirnya melalui proses pemilu yang cukup panjang, Joko Widodo dan Jusuf Kalla terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden periode 2014 - 2019. Pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDI-P, Semarang, Jawa Tengah, 20 September 2014, Megawati ditunjuk kembali untuk menjadi Ketua Umum PDI-P periode 2015-2020.
Megawati Sukarnoputri (born January 23, 1947, Jakarta, Indonesia) is an Indonesian politician who was the fifth president of Indonesia (2001–04) and the first woman to hold the post.
The daughter of Sukarno, the first president of Indonesia, Megawati studied psychology and agriculture in college but did not take a degree. In 1987 she entered politics and was elected to the People’s Consultative Assembly (national parliament), becoming head of the Indonesian Democratic Party (Partai Demokrasi Indonesia; PDI) in 1993. She grew to be a threat to Indonesian president Suharto (who had replaced Sukarno in 1967), and in June 1996 the government engineered her removal as head of the PDI, thereby disqualifying her from running for president in the 1998 elections. Protests by her supporters in Jakarta in July prompted a government crackdown that spawned the worst riots and fires in the capital city in more than 20 years. Megawati was barred from running in the 1996 parliamentary elections.
In October 1998, after Suharto had resigned from office (May), Megawati and her supporters formed the left-of-center Indonesian Democratic Party for Struggle (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan; PDI-P), and in the June 1999 parliamentary elections PDI-P took 34 percent of the vote, the best showing of any party. When Bacharuddin Jusuf (“B.J.”) Habibie, the unpopular interim president who had succeeded Suharto, withdrew, it was widely thought that the People’s Consultative Assembly would elect Megawati president. However, on October 20, the assembly chose Abdurrahman Wahid of the National Awakening Party, unleashing widespread protests by Megawati’s supporters; the next day she was chosen the country’s vice president. Faced with growing criticism of his administration, Wahid in 2000 handed over much of the day-to-day operations to Megawati, but his difficulties continued. On July 23, 2001, the People’s Consultative Assembly removed Wahid from office and named Megawati president, and she was sworn in later that day.
As president, Megawati faced a number of problems, including a failing economy, a separatist movement in the province of Aceh, and terrorist attacks. In October 2002 more than 200 people were killed and some 300 injured when a car bomb exploded outside a Bali nightclub; the attack was attributed to an Islamic militant group. Later that year she oversaw the signing of a cease-fire with Aceh separatists, but the fighting soon resumed, and in 2003 the government launched a major military offensive against the rebels. More bombings followed, including an attack on the Indonesian parliament. Megawati’s government was also beset by charges of corruption and was criticized for its inability to lower the country’s high unemployment rate. Megawati and Susilo Bambang Yudhoyono (her former security minister) prevailed in the first round of the 2004 presidential election, but he easily won a subsequent runoff vote and succeeded her in October. In July 2009 Megawati again ran for president, but she once more was defeated by Yudhoyono.